Perayaan Tumpek Krulut
28 November 2024
Admin
Dibaca 5 Kali
Berbagai hari suci kerap dilaksanakan oleh Umat Hindu di Bali dengan ciri khas Desa Kala Patra yang ada di lingkungan setempat, bagi umat Hindu Bali secara garis besar pelaksanaan hari suci keagamaan dibagi menjadi dua, yaitu hari suci berdasarkan ‘wewaran’ dan ‘pawukon’ serta hari suci berdasarkan sasih. Salah satu pelaksanaksanaan hari suci umat hindu yang bersadarkan pawukun adalah Tumpek Klurut. Umat Hindu di Bali merayakan Tumpek Krulut setiap enam bulan atau 210 hari kalender, tepatnya pada Saniscara Kliwon Krulut. Tahun ini, Tumpek Krulut dirayakan pada Sabtu, 9 Nopember 2024.
Rahina Tumpek Krulut identik dengan taksu gong sehingga disebut sebagai odalan gong. Umat Hindu merayakan Tumpek Krulut sebagai hari cinta kasih antar sesama manusia atau pada umumnya seperti perayaan hari Valentine karena taksu yang diturunkan pada hari Tumpek Krulut dipercaya dapat mendatangkan kebahagiaan dan rasa kasih sayang.
Namun demikian tidak semua Banjar yang ada di Sibanggede khusunya melaksanakan perayaan Tumepk Krulut untuk mengupacarai Gong atau Piodalan Gong. Nampak berbeda dengan Banjar Bantas Kelod yang mulai sore hari nampak warga banjar telah sibuk mempersiapkan Perayaan Tumpek Klurut untuk Piodalan Gong yang ada di Banjar tetsebut. Hal ini menjadi agenda rutin yang dilaksakan oleh krama banjar tersebut mulai dari adanya Gambelan Gong di Banjar tersebut beberapa tahun yang lalu. Selain pelaksanaan piodalan Ratu Bhagawan Penyarikan yang berstana di Pura Melanting Banjar tersebut pada saniscara kliwon wuku klurut krama banjar juga melaksanakan piodalan Gong.
Tumpek Krulut juga dikenal sebagai Tumpek Lulut, dimana kata lulut dalam bahasa Bali berarti jalinan atau rangkaian. Taksu yang diturunkan pada hari Tumpek Krulut dipercaya dapat mendatangkan kebahagiaan dan rasa kasih sayang. Tumpek Krulut juga berhubungan dengan aspek Ketuhanan dalam bentuk seni. Di dalam alat gamelan terkandung nyasa (simbol) yang bersemayam para dewa yakni Dewa Iswara (Dang), Dewa Siwa (Ding), Dewa Brahma (Deng), Dewa Wisnu (Dung), dan Dewa Mahadewa (Dong). Bersemayam juga para dewi-dewi di dalamnya, yakni Dewi Mahadewi, Dewi Umadewi, Dewi Saraswati, Dewi Sri dan Dewi Gayatri. Alat-alat seni (gamelan) tetap tidak terlepas dari konsep Ketuhanan dengan manifestasinya para dewi-dewi di dalamnya. KIM_wp
Kirim Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin